BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Asma merupakan penyakit yang sangat
dekat dengan masyarakat dan mempunyai populasi yang terus meningkat (The
Global Initiative for Asthma, 2004). Kasus asma diseluruh dunia menurut
survey GINA (2004) mencapai 300 juta jiwa dan diprediksi pada tahun 2025
penderita asma bertambah menjadi 400 juta jiwa.
Saat ini penyakit asma menduduki urutan sepuluh
besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia (Depkes RI, 2007). Hal ini
disebabkan oleh pengelolaan asma yang tidak terkontrol yang di tambah dengan
sikap pasien dan dokter yang sering kali meremehkan tingkat keparahan penyakit
asma sehingga menyebabkan kesakitan yang berkelanjutan dan lebih parahnya dapat
menyebabkan kematian seketika pada penderitanya (Dahlan, 1998).
Di
Amerika Serikat tercatat sekitar 2 juta penderita asma yang mengunjungi Unit
Gawat Darurat setiap tahunnya, dan sekitar 500.000 penderita asma yang harus
menjalani rawat inap, dan sebagai peringkat ketiga penyebab rawat inap. Di satu
sisi, dunia kedokteran dan farmasi telah mencapai kemajuan yang sangat
signifikan dalam pemahaman mengenai asma sebagai penyakit. Namun ironisnya,
dari sisi lain, meski berjuta-juta dollar telah dikeluarkan untuk berbagai
studi dan riset mengenai asma, nyatanya jumlah penderita baru asma di seluruh
dunia terus meningkat dari tahun ke tahun.
Penyakit asma sudah lama diketahui,
namun saat ini pengobatan atau terapi yang diberikan hanya untuk mengendalikan
gejala (Sundaru, 2008). Asma merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan tapi
dapat dikendalikan. Asma dapat dikendalikan dengan pengelolaan yang dilakukan
secara lengkap, tidak hanya dengan pemberian terapi farmakologis yaitu dengan
cara pemberian obat-obatan anti inflamasi tetapi juga menggunakan terapi
nonfarmakologis yaitu dengan cara mengontrol gejala asma (Sundaru 2008).
Pengontrolan terhadap gejala asma dapat
dilakukan dengan cara menghindari allergen pencetus asma, konsultasi asma
dengan tim medis secara teratur, hidup sehat dengan asupan nutrisi yang
memadai, menghindari stres dan olahraga (Wong, 2003). Semua penatalaksanaan ini
bertujuan untuk mengurangi gejala asma dengan meningkatkan sistem imunitas
(Siswantoyo, 2007; The Asthma Foundation of Victoria, 2002) dan
memperlancar sistem respirasi (Suyoko, 1992).
Asma dapat diatasi dengan baik dan akan
lebih sedikit mengalami gejala asma apabila kondisi tubuhnya dalam keadaan
sehat. Olahraga dan aktivitas merupakan hal penting untuk membuat seseorang
segar bugar dan sehat. Melakukan olahraga merupakan bagian penanganan asma yang
baik (The Asthma Foundation of Victoria, 2002). Namun anjuran olahraga
terhadap penderita asma masih menjadi kontroversi. Disatu pihak olahraga dapat
memicu gejala asma, namun di lain pihak olahraga dapat meningkatkan kemampuan
bernapas penderita asma sehingga sangat penting dilakukan dalam upaya
pengendalian asma.
Berdasarkan uraian di atas, maka akan
dibahas lebih lanjut tentang penyakit asm dan pengendaliannya.
1.2 Rumusan
Masalah
Berdasarkan dari latar belakang di atas,
rumusan masalah yang diambil adalah:
- Bagaimana cara kerja paru-paru?
- Apa pengertian asma?
- Apa yang menyebabkan terjadinya serangan asma?
- Bagaimanakah klasifiksi asma?
- Bagaimana mekanisme terjadinya asma?
- Apa sajakah cara untuk pengendalian penyakit asma?
1.3
Tujuan
Pembahasan
Jika dilihat dari rumusan maslah diatas,
maka tujuan penulis membahas penyakit asma dan pengendaliannya adalah:
- Untuk mengetahui bagaimana cara kerja paru-paru
- Untuk mengetahui bagaimana sluk beluk dari pengertian asma
- Untuk mengetahui apa saja penyebab-penyebab terjadinya serangan asma
- Untuk mengetahui bagaimana klasifikasi dari penyakit asma
- Untuk mengetahui tentang mekanisme tejadinya asma
- Untuk mengetahui cara penanganan atau pengendalian penyakit asma
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Cara Kerja Paru-paru
Paru-paru adalah organ tubuh manusia yang terdapat di dalam dada. Paru
paru ini mempunyai fungsi memasukkan
oksigen dan mengeluarkan karbondioksida.
Paru-paru merupakan organ dalam sistem
pernafasan dan termasuk dalam sistem kitaran vertebrata yang bernafas. Ini
berfungsi untuk menukar oksigen dari udara dengan karbondioksida dari darah
dengan bantuan hemoglobin. Proses ini dikenali sebagai respirasi atau
pernafasan.
Paru-paru terletak di dalam rongga dada (thoracic cavity), dilindungi oleh
struktur tulang selangka dan diliputi dua dinding yang dikenal sebagai pleura.
Kedua lapisan ini dipisahkan oleh lapisan udara yang dikenal sebagai rongga
pleural yang berisi cairan pleural.
Manusia menghirup udara untuk mendapatkan
oksigen, namun tidak semua udara yang dihirup dapat digunakan oleh tubuh,
karena udara tercampur dengan berbagai jenis gas. Pada waktu kita bernapas,
paru-paru menarik udara dari ruang tenggorokan. Saat dihembuskan, rangka tulang
rusuk tertarik ke arah dalam, dan diafragma di bawah tulang rusuk bergerak ke
atas. Ketika paru-paru mengecil, udara yang ada di dalam kantung udara sedikit
demi sedikit terdorong ke luar melalui batang tenggorokan.
Cara kerja paru-paru, jika oksigen sudah
sampai pada bronkus, maka oksigen siap untuk masuk ke dalam saluran paru-paru. Oksigen akan berdifusi lewat pembuluh darah berupa
kapiler-kapiler arteri dengan cara difusi. Kapiler-kapiler ini terdapat pada
alveolus yang merupakan cabang dari bronkiolus. Pada alveolus ini akan terjadi
pertukaran gas oksigen dengan karbondioksida. Oksigen diikat oleh hemoglobindalam sel-sel darah
merah (eritrosit), lalu diedarkan ke seluruh sel-sel tubuh yang nantinya
akan digunakan oleh mitokondoria alam respirasi tingkat seluler untuk
menghasilkan energi berupa ATP (Adenosin Triphospat). Karbondioksida akan dibawa oleh kapiler vena untuk
dibawa ke alveolus dan akan dikeluarkan di alveolus melalui proses respirasi.
2.2 Pengertian Asma
Asma sendiri berasal dari kata asthma.
Kata ini berasal dari bahasa Yunani yang memiliki arti sulit bernafas. Penyakit
asma dikenal karena adanya gejala sesak nafas, batuk, dan mengi yang disebabkan
oleh penyempitan saluran nafas. Atau dengan kata lain asma merupakan peradangan
atau pembengkakan saluran nafas yang reversibel sehingga menyebabkan
diproduksinya cairan kental yang berlebih (Prasetyo, 2010).
Asma merupakan penyakit inflamasi kronik
saluran napas yang disebabkan oleh reaksi hiperresponsif sel imun tubuh seperti
mast sel, eosinophils, dan T-lymphocytes terhadap stimuli tertentu dan
menimbulkan gejala dyspnea, whizzing, dan batuk akibat obstruksi jalan
napas yang bersifat reversibel dan terjadi secara episodik berulang (Brunner
& Suddarth, 2001).
Menurut Prasetyo (2010) Asma, bengek atau mengi
adalah beberapa nama yang biasa kita pakai kepada pasien yang menderita
penyakit asma. Asma bukan penyakit menular, tetapi faktor keturunan (genetic)
sangat punya peranan besar di sini.
Saluran pernafasan penderita asma sangat
sensitif dan memberikan respon yang sangat berlebihan jika mengalami rangsangan
atau ganguan. Saluran pernafasan tersebut bereaksi dengan cara menyempit dan
menghalangi udara yang masuk. Penyempitan atau hambatan ini bisa mengakibatkan
salah satu atau gabungan dari berbagai gejala mulai dari batuk, sesak, nafas
pendek, tersengal-sengal, hingga nafas yang berbunyi ”ngik-ngik” (Hadibroto et
al, 2006).
Beberapa ahli membagi asma dalam 2 golongan
besar, seperti yang dianut banyak dokter ahli pulmonologi (penyakit paru-paru)
dari Inggris, yakni:
a. Asma
Ekstrinsik
b. Asma
Intrinsik
a.
Asma Ekstrinsik
Asma
ekstrinsik adalah bentuk asma yang paling umum, dan disebabkan karena reaksi
alergi penderitanya terhadap hal-hal tertentu (alergen), yang tidak membawa
pengaruh apa-apa terhadap mereka yang sehat.
Pada
orang-orang tertentu, seperti pada penderita asma, sistem imunitas bekerja
lepas kendali dan menimbulkan reaksi alergi. Reaksi ini disebabkan oleh
alergen. Alergen bisa tampil dalam bentuk: mulai dari serbuk bunga, tanaman,
pohon, debu luar/dalam rumah, jamur, hingga zat/bahan makanan. Ketika alergen
memasuki tubuh pengidap alergi, sistem imunitasnya memproduksi antibodi khusus
yang disebut IgE. Antibodi ini mencari dan menempelkan dirinya pada sel-sel
batang. Peristiwa ini terjadi dalam jumlah besar di paru-paru dan saluran
pernafasan lalu membangkitkan suatu reaksi. Batang-batang sel melepaskan zat
kimia yang disebut mediator. Salah satu unsur mediator ini adalah histamin.
Akibat
pelepasan histamin terhadap paru-paru adalah reaksi penegangan/pengerutan
saluran pernafasan dan meningkatnya produksi lendir yang dikeluarkan jaringan
lapisan sebelah dalam saluran tersebut.
- Asma Intrinsik
Asma
intrinsik tidak responsif terhadap pemicu yang berasal dari alergen. Asma jenis
ini disebabkan oleh stres, infeksi, dan kondisi lingkungan seperti cuaca,
kelembaban dan suhu udara, polusi udara, dan juga oleh aktivitas olahraga yang
berlebihan.
Asma
intrinsik biasanya berhubungan dengan menurunnya kondisi ketahanan tubuh,
terutama pada mereka yang memiliki riwayat kesehatan paru-paru yang kurang
baik, misalnya karena bronkitis dan radang paru-paru (pneumonia). Penderita
diabetes mellitus golongan lansia juga mudah terkena asma intrinsik.
Tujuan
dari pemisahan golongan asma seperti yang disebut di atas adalah untuk
mempermudah usaha penyusunan dan pelaksanaan program pengendalian asma yang
akan dilakukan oleh dokter maupun penderita itu sendiri. Namun dalam
prakteknya, asma adalah penyakit yang kompleks, sehingga tidak selalu
dimungkinkan untuk menentukan secara tegas, golongan asma yang diderita
seseorang. Sering indikasi asma ekstrinsik dan intrinsik bersama-sama dideteksi
ada pada satu orang.
2.3 Penyebab Terjadinya Asma
Menurut The Lung Association of Canada, ada dua
faktor yang menjadi pencetus asma, yaitu:
1.
Pemicu (trigger) yang
mengakibatkan mengencang atau menyempitnya saluran pernafasan (bronkokonstriksi).
Pemicu tidak menyebabkan peradangan. Banyak kalangan kedokteran yang menganggap
pemicu dan bronkokonstriksi adalah gangguan pernafasan akut, yang belum berarti
asma, tapi bisa menjurus menjadi asma jenis intrinsik. Gejala-gejala
bronkokonstriksi yang diakibatkan oleh pemicu cenderung timbul seketika,
berlangsung dalam waktu pendek dan relatif mudah diatasi dalam waktu singkat.
Namun saluran pernafasan akan bereaksi lebih cepat terhadap pemicu, apabila
sudah ada, atau sudah terjadi peradangan. Umumnya pemicu yang mengakibatkan
bronkokonstriksi termasuk stimulus sehari-hari seperti: perubahan cuaca dan
suhu udara, polusi udara, asap rokok, infeksi saluran pernafasan, gangguan
emosi, dan olahraga yang berlebihan.
2.
Penyebab (inducer) yang
mengakibatkan peradangan (inflammation) pada saluran pernafasan.
Penyebab asma (inducer) bisa menyebabkan peradangan (inflammation)
dan sekaligus hiperresponsivitas (respon yang berlebihan) dari saluran
pernafasan. Oleh kebanyakan kalangan kedokteran, inducer dianggap
sebagai penyebab asma sesungguhnya atau asma jenis ekstrinsik. Penyebab asma (inducer)
dengan demikian mengakibatkan gejala-gejala yang umumnya berlangsung lebih lama
(kronis), dan lebih sulit diatasi, dibanding gangguan pernafasan yang
diakibatkan oleh pemicu (trigger). Umumnya penyebab asma (inducer)
adalah alergen, yang tampil dalam bentuk: ingestan, inhalan, dan kontak
dengan kulit. Ingestan yang utama ialah makanan dan obat-obatan. Sedangkan
alergen inhalan yang utama adalah tepung sari (serbuk) bunga, tungau, serpih
dan kotoran binatang, serta jamur.
2.4
Klasifikasi Asma
Klasifikasi asma berdasarkan tingkat keparahan
penyakit (derajat asma) yaitu:
1.
Intermiten
Intermitten ialah derajat asma yang paling
ringan. Pada tingkatan derajat asma ini, serangannya biasanya berlangsung
secara singkat. Dan gejala ini juga bisa muncul di malam hari dengan intensitas
sangat rendah yaitu ≤ 2x sebulan.
2.
Persisten Ringan
Persisten ringan ialah derajat asma yang
tergolong ringan. Pada tingkatan derajat asma ini, gejala pada sehari-hari
berlangsung lebih dari 1 kali seminggu, tetapi kurang dari atau sama dengan 1
kali sehari dan serangannya biasanya dapat mengganggu aktifitas tidur di malam
hari.
3.
Persisten Sedang
Persisten sedang ialah derajat asma yang
tergolong lumayan berat. Pada tingkatan derajat asma ini, gejala yang muncul
biasanya di atas 1 x seminggu dan hampir setiap hari. Serangannya biasanya
dapat mengganggu aktifitas tidur di malam hari.
4.
Persisten Berat
Persisten berat ialah derajat asma yang
paling tinggi tingkat keparahannya. Pada tingkatan derajat asma ini, gejala
yang muncul biasanya hampir setiap hari, terus menerus, dan sering kambuh.
Membutuhkan bronkodilator setiap hari dan serangannya biasanya dapat mengganggu
aktifitas tidur di malam hari.
2.5 Mekanisme Terjadinya
Asma
Skema 1. Mekanisme
Terjadinya Asma
Gejala yang ditimbulkan di atas merupakan
gejala hipersensitivitas asma, dimana gejala ini sangat berbahaya bagi
keselamatan penderitanya, gejala diatas dapat membuat penderita asma meninggal
dalam seketika (GINA, 2005).
2.6 Pengendalian Asma
Manajemen pengendalian asma terdiri dari 6
(enam) tahapan yaitu sebagai berikut:
1.
Pengetahuan
Memberikan pengetahuan kepada penderita asma
tentang keadaan penyakitnya dan mekanisme pengobatan yang akan dijalaninya
kedepan (GINA, 2005).
2.
Monitor
Memonitor asma secara teratur kepada tim medis
yang menangani penyakit asma. Memonitor perkembangan gejala, hal-hal apa saja
yang mungkin terjadi terhadap penderita asma dengan kondisi gejala yang
dialaminya beserta memonitor perkembangan fungsi paru (GINA, 2005).
3.
Menghindari Faktor Resiko
Hal yang paling mungkin dilakukan penderita
asma dalam mengurangi gejala asma adalah menhindari faktor pencetus yang dapat
meningkatkan gejala asma. Faktor resiko ini dapat berupa makanan, obat-obatan,
polusi, dan sebagainya (GINA, 2005).
4.
Pengobatan Medis Jangka
Panjang
Pengobatan jangka panjang terhadap penderita
asma, dilakukan berdasarkan tingkat keparahan terhadap gejala asma tersebut.
Pada penderita asma intermitten, tidak ada pengobatan jangka panjang.
Pada penderita asma mild intermitten, menggunakan pilihan obat
glukokortikosteroid inhalasi dan didukung oleh Teofilin, kromones, atau
leukotrien. Dan untuk asma moderate persisten, menggunakan pilihan obat
β.
Berikut penjelasan tentang obat-obat pengontrol asma (Controller):
·
Glukokortikosteroid Inhalasi
Jenis obat ini digunakan selama satu bulan atau
lebih untuk mengurangi gejala inflamasi asma. Obat ini dapat meningkatkan
fungsi paru, mengurangi hiperresponsive dan mengurangi gejala asma dan
meningkatkan kualitas hidup (GINA, 2005).
Obat ini dapat menimbulkan kandidiasis orofaringeal,
menimbulkan iritasi pada bagian saluran napas atas dan dapat memberikan efek
sistemik, menekan kerja adrenal atau mengurangi aktivitas osteoblast (GINA,
2005).
·
Glukokortikosteroid Oral
Mekanisme kerja obat dan fungsi obat ini sama
dengan obat kortikosteroid inhalasil. Obat ini dapat menimbulkan hipertensi,
diabetes, penekanan kerja hipothalamus-pituitary dan adrenal, katarak, glukoma,
obaesitas dan kelemahan (GINA, 2005).
·
Kromones (Sodium Cromogycate
dan Nedocromyl Sodium)
Obat ini dapat menurunkan jumlah eosin
bronchial pada gejala asma. Obat ini dapat menurunkan gejala dan menurunkan
reaksi hiperresponsive pada imun nonspecific. Obat ini dapat menimbulkan
batuk-batuk pada saat pemakaian dengan bentuk formulasi powder (GINA,
2005).
·
β2-Agonist Inhalasi
Obat ini berfungsi sebagai bronkodilator
selama 12 jam setelah pemakaian. Obat ini dapat mengurangi gejala asma pada
waktu malam, meningkatkan fungsi paru. Obat ini dapat menimbulkan tremor pada
bagian musculoskeletal, menstimulasi kerja cardiovascular dan
hipokalemia (GINA, 2005).
·
β2-Agonist Oral
Obat ini sebagai bronkodilator dan dapat
mengontrol gejala asma pada waktu malam. Obat ini dapat menimbulkan anxietas,
meningkatkan kerja jantung, dan menimbulkan tremor pada bagian muskuloskeletal
(GINA, 2005).
·
Teofiline
Obat ini digunakan untuk menghilangkan
gejala atau pencegahan asma bronkial dengan merelaksasi secara langsung otot
polos bronki dan pembuluh darah pulmonal. Obat ini dapat menyebabkan
efek samping berupa mual, muntah, diare, sakit kepala, insomnia dan iritabilitas.
Pada level yang lebih dari 35 mcg/mL menyebabkan hperglisemia, hipotensi,
aritmia jantung, takikardi, kerusakan otak dan kematian.
·
Leukotriens
Obat ini berfungsi sebagai anti
inflamasi. Obat ini berfungsi untuk mengurangi gejala termasuk batuk,
meningkatkan fungsi paru dan menurunkan gejala asma (GINA, 2005).
Berikut penjelasan
tentang obat-obat meringankan (reliever)
asma:
·
β2-Agonist Inhalasi
Obat ini bekerja sebagai bronkodilator.
Obat ini digunakan untuk mengontrol gejala asma, variabilitas peak flow,
hiperresponsive jalan napas. Obat ini dapat menstimulasi kerja jantung, tremor
otot skeletal dan hipokalemia (GINA, 2005).
·
β2-Agonist Oral
Obat
ini sebagai bronkodilator. Obat ini dapat menstimulasi kerja jantung, tremor
otot skeletal dan hipokalemia (GINA, 2005).
·
Antikolinergic
Obat ini sebagai bronkodilator. Obat ini
dapat meningkatkan fungsi paru. Obat ini dapat menyebabkan mulut kering dan
pengeluaran mucus (GINA, 2005).
5. Metode
Pengobatan Alternative
Metode
pengobatan alternative ini sebagian besar masih dalam penelitian.
Buteyko merupakan salah satu pengobatan alternative yang terbukti dapat
menurunkan ventilasi alveolar terhadap hiperventilasi paru penderita asma,
selain itu memperbaiki gejala yang ditimbulkan asma. Buteyko ini
merupakan tehnik bernapas yang dirancang khusus untuk penderita asma dengan
prinsip latihan tehnik bernapas dangkal (GINA, 2005).
- Terapi Penanganan Terhadap Gejala
Terapi ini dilakukan tergantung kepada pasien.
Terapi ini dianjurkan kepada pasien yang mempunyai pengalaman buruk terhadap
gejala asma, dan dalam kondisi yang darurat. Penatalaksanaan terapi ini
dilakukan di rumah penderita asma dengan menggunakan obat bronkodilator seperti:
β2 -agonist
inhalasi dan glukokortikosteroid oral (GINA, 2005).
7.
Pemeriksaan Teratur
Penderita asma disarankan untuk memeriksakan
kesehatannya secara teratur kepada tim medis. Pemeriksaan teratur berfungsi
untuk melihat perkembangan kemampuan fungsi paru (GINA, 2005).
Dalam penatalaksanaan asma, pola hidup sehat
sangat dianjurkan. Pola hidup sehat akan sangat membantu proses penatalaksanaan
asma. Dengan pemenuhan nutrisi yang memadai, menghindari stress, dan olahraga
atau yang biasa disebut latihan fisik teratur sesuai toleransi tubuh (The
Asthma Foundation of Victoria, 2002).
Pemenuhan nutrisi yang memadai dan menghindari
stress akan menjaga penderita asma dari serangan infeksi dari luar yang dapat
memperburuk asma dengan tetap menjaga kestabilan imunitas tubuh penderita asma
(The Asthma Foundation of Victoria, 2002).
Latihan fisik dapat membuat tubuh
menjadi lebih bugar, sehingga tubuh tidak menjadi lemas. Latihan fisik dapat
merubah psikologis penderita asma yang beranggapan tidak dapat melakukan kerja
apapun, anggapan ini dapat memperburuk keadaan penderita asma. Sehingga dengan
latihan fisik, kesehatan tubuh tetap terjaga dan asupan oksigen dapat
ditingkatkan sejalan dengan peningkatan kemampuan latihan fisik (The Asthma
Foundation of Victoria, 2002).
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Kesimpulan
yang didapat dari penulisan makalah ini adalah:
a. Asma
merupakan penyakit inflamasi kronik saluran napas yang disebabkan oleh reaksi
hiperresponsif sel imun tubuh seperti mast sel, eosinophils, dan T-lymphocytes
terhadap stimuli tertentu dan menimbulkan gejala dyspnea, whizzing, dan
batuk akibat obstruksi jalan napas yang bersifat reversibel dan terjadi secara
episodik berulang.
b. Beberapa
ahli membagi asma dalam 2 golongan besar, seperti yang dianut banyak dokter ahli
pulmonologi (penyakit paru-paru) dari Inggris, yakni: asma ekstrinsik,
asma intrinsik.
c. Menurut
The Lung Association of Canada, ada dua faktor yang menjadi pencetus asma,
yaitu: pemicu (trigger) dan penyebab (inducer).
d. Klasifikasi
asma berdasarkan tingkat keparahan penyakit (derajat asma) yaitu: intermiten, persisten
ringan, persisten sedang, dan persisten berat.
e. Manajemen
pengendalian asma terdiri dari 6 (enam) tahapan yaitu sebagai berikut:
pengetahuan, monitor, menghindari faktor
resiko, pengobatan medis jangka panjang,
metode pengobatan alternative, terapi penanganan terhadap gejala dan
pemeriksaan teratur.
3.2
Saran
Dengan
mengetahui apa dan bagaimana penyakit asma, maka beberapa
saran
penulis sebagai berikut:
1)
Untuk para penderita.
Jangan
menganggap remeh penyakit yang Anda derita. Namun, seringlah berkonsul dengan
dokter yang menangani Anda. Akan tetapi, jangan pula Anda terlalu memikirkan tentang
penyakit anda, karena itu akan bisa memicu asma Anda kambuh.
2)
Untuk para keluarga
penderita.
Perhatikanlah
keluarga Anda yang menderita penyakt asma. Karena asma adalah penykit yang
serius. Namun, perhatian dan pengamanan Anda jangan terlalu berlebihan karena
bisa saja si penderita merasa tertekan dan stres yang bisa mengakibatkan
asmanya kambuh.
3)
Untuk para dokter atau
ahli medis.
Rawatlah
pasien anda dengan baik. Jangan pernah meremehkan tingkat keparahan penyakit
asma yang diderita oleh pasien Anda.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. (2001). Buku
Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8. Jakarta: EGC
Dahlan, Zul. 1998. Masalah Asma
di Indonesia dan Penanggulangan
jelasnya.. Bandung: Subunit Pulmonologi
Bagian/UPF Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran
Rumah Sakit Hasan Sadikin.
Global Initiative For Asthma
(GINA). 2005. Global Strategy for Asthma Management and Prevention. http://www.ginasthma.com/GuidelineItem.asp?intId=1170
[15 Agustus 2012]
Hadibroto, Iwan. dan Alam, Syamsir.
2006. Asma. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Pengertian Paru-paru.
http://paru-paru.com/pengertian-paru-paru-manusia/
[15 Agustus 2012]
Prasetyo, Budi. 2010. Seputar
Masalah Asma : Mengenal Asma, Sebab-sebab, Resiko-resiko, Dan Cara
Mengantisipasinya. Yogyakarta: Diva Press.
Sundaru, Heru. 2008. Apa yang
Perlu Diketahui Tentang Asma. http://www.depkes.go.id/index.php?option=articles&task=viewarticle&artid=204&Itemid=3
[14 Agustus 2012]
Suyoko, E.M.D. 1992. Konsep Baru
Penatalaksanaan Asma Bronial pada Anak. Jakarta: Sub Bagian
Alergi-Imunologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia Rumah Sakit Dr. Ciptomangunkusumo.
The Asthma Foundation of Victoria.
2002. Penyakit Asma dan Gerak Badan. http://www.asthma.org.au/Portals/0/AsthmaandExercise_IS_Indonesian.pdf
[14 Agustus 2012]
Wong, DN. 2003. Nursing Care of
Infants and Children. St Louis Missauri, USA: Mosby.
The Asthma Foundation of Victoria.
(2002). Terapi Pelengkap dan Penyakit Asma. http://www.asthma.org.au/Portals/0/ComplementaryTherapies_IS_Indonesian.pdf
[15 Agustus 2012]